MALANG - Tepat hari ini, 93 tahun yang lalu, Sumpah Pemuda di ikrarkan. Hasil kongres pemuda II pada 28 Okteber 1928 silam menjadi salah satu acuan bangkitnya rasa persatuan dan kesatuan yang diprakarsai oleh para pemuda melalui suatu kesepakatan yakni Sumpah Pemuda.
Di era milenial dan serba digital saat ini pun peran pemuda juga menjadi sorotan penting sebagai salah satu penopang arah pembangunan bangsa.
Prof. Dr. Eng. Himsar Ambarita, menyampaikan pesan kepada pemuda agar meningkatkan potensi diri. Apalagi menurutnya, di era keterbukaan dan digital saat ini sangatlah mudah untuk mengekspos kemampuan dibandingkan pada zamannya.
Profesor lulusan Muron Institute of Technology Jepang itu menekankan kepada anak muda agar tidak beralasan tidak bisa mengaktualisasikan diri. Sebab menurutnya, pada era sekarang ini, pendidikan telah banyak bertransformasi.
"Era saat ini beda, kalau dulu bisa aja ada pertanyaan anda alumni dari mana? Nah, kalau sekarang pertanyaannya apa yang bisa anda lakukan? Jadi itu harus segera diambil anak muda dijadikan peluang sebagai aktualisasi. Karena sekarang itu kan zaman keterbukaan. Kalau dulu punya alasan aku ga bisa karena aku ga terekspos. Kalau sekarang ini mau diujung dunia mana pun bisa menampilkan dirinya," ujarnya saat dihubungi via telepon, Kamis (28/10/2021).
Profesor yang juga Guru Besar Teknik Mesin USU Medan ini menambahkan, untuk mengembangkan kemampuan diri, anak muda harus mampu mempromosikan diri.
Salah satunya dengan cara memanfaatkan segala pelatihan atau ilmu-ilmu yang didapatkan. Khususnya bagi anak-anak muda yang ada di Perguruan Tinggi diperlukan dalam rangka membentuk society.
"Pengembangan anak muda sekarang begitu dia punya kemampuan keluarkan aja serta asah kemampuannya dan bisa promosikan diri. Jadi tidak perlu lagi sekarang ini anda alumni mana. Okelah, kalau di perguruan tinggi dijadikan untuk membentuk society. Adapun kemampuan tapi tidak ada society sama aja tidak ada gunanya. Tingkatkan kompetensi masing-masing dengan adanya pelatihan itu bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Pria yang dinobatkan sebagai Ilmuan berpengaruh di dunia tahun 2020-2021 yang dirilis Stanford University dan Elsevier Report ini menyarankan kepada para pemuda agar tidak perlu menunggu untuk melakukan suatu hal yang besar, namun cukup menekuni bidang tersendiri, walupun hal kecil tapi bermanfaat bagi banyak orang.
"Tidak perlu melakukan hal-hal yang khusus. Cukup melakukan hal yang master piece yang menjadi acuan. Bidang yang saya tekuni pun tidak terlalu High Tech bukan membuat roket atau apapun, tetapi sesuatu yang kecil dan bagi sebagian orang kita bagikan lalu publikasi, namun bermanfaat bagi masyrakat sehingga menjadi referensi. Jadikan apa yang dikerjakan itu yang terbaik," pungkasnya.
Saat ditanya mengenai sistem pendidikan saat ini terutama dalam Perguruan Tinggi, Merdeka Belajar yang digagas oleh Menteri Nadiem Makarim memang diperlukan.
Namun, dalam konteks pembentukan karakter, Prof Himsar masih lebih sepakat dengan Founding Fathers dengan metode-metode zaman dulu. Belajar itu membentuk watak.
Dirinya mengakui, bahwa dalam pembentukan watak memang harus bersakit duhulu dan butuh perjuangan. Tidak ujuk-ujuk langsung merdeka.
"Untuk sistem pendidikan saat ini kemerdekaan belajar itu memang diperlukan. Namun, untuk pembentukan karakter, saya lebih sepakat dengan Founding Fathers kita dengan metode-metode zaman dulu. Karena belajar itukan membentuk watak. Nah, kalau membentuk watak itu tidak ada langsung merdeka, harus sakit dulu," ujarnya.
Prof Himsar pun menyampaikan bahwa dalam memperingati 93 tahun Sumpah Pemuda ini perlu penanaman nilai-nilai nasionalisme. Walaupun saat ini berada di era kebebasan, namun unsur hakiki nilai sosial kemanusian dan nasionalisme tetap harus dijaga.
"Nilai-nilai sumpah pemuda itu pun harus tetap digaungkan dan berkelanjutan. Kita kasih kebebasan kepada pemuda namun unsur yang hakiki itu harus tetap ditanamkan. Walaupun mungkin dianggap agak dipaksakan. Namun, dalam beberapa poin dalam satu sisi saya masih setuju. Misalnya tetap masih adanya upacara bendera atau berganti-ganti dalam mengucapkan pancasila," katanya.
Dimasa pandemi saat ini menuntut segala kegiatan serba online. Upacara setiap senin mulai tergerus. Setiap hari besar kebangsaan juga sangat jarang melakukan upacara.
Hal itu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Prof Himsar. Menurutnya, perlu membuat suatu kebijakan agar dilakukan heing cipta atau mendengarkan lagu-lagu nasional di tempat umum. Hal itu menurutnya, agar nilai-nilai kebangsaan tidak hilang.
"Kalau kita cerita masa pandemi ini, nilai-nilai itu sudah tergerus. Jadi sebenarnya saya menyarankan lebih baik ada kebijakan setiap hari senin pagi pukul delapan kita hening sejenak, entah itu berada dijalan kita berhenti sejenak mendengarkan lagu Indonesia Raya, lagu nasional atau hening cipta. Itu di dengarkan di fasilitas-fasilitas umum, instansi-instansi baik melalui speaker atau apapun. Hal ini lebih kepada cara kita dalam menanamkan nilai-nilai nasionalisme atau sumpah pemuda agar tidak hilang. Mungkin awal-awal seperti telihat main-main. Namun, lama-lam jadi terbiasa juga," beber Prof Himsar.
Pria berdarah Batak itu juga menegaskan dalam memperingati 93 tahun Sumpah Pemuda ini, penegasan dalam pembentukan karakter lalu menjaga serta tetap melaksanakan nilai-nilai nasionalisme dan sumpah pemuda merupakan hal yang menjadi tugas bersama.
Pewarta: Amrin Pandiangan
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Tamara F |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi