KABUPATEN MALANG - Sense of crisis atau kepekaan tehadap isu sosial utamanya pandemi saat ini, memicu berbagai hal harus melakukan adaptasi, tak terkecuali pelaksanaan kampanye pilkada.
Terkait hal ini maka Kampanye Digital (KD) menjadi solusi alternatif, karena dinilai efektif dan efisien. Sehubungan dengan hal tersebut, maka semestinya dilakukan kampanye positif dan tidak melakukan kampanye negatif.
"KD Positif Yes dan KD Hitam (Black Campaign) No. Kampanye positif monggo. Kampanye negatif lebih baik dilakukan dengan solusi," tegas Rachmat Kriyantono usai diskusi bertema 'Kampanye Hoaks dan Ujaran Kebencian di Media' yang diadakan Bawaslu Kabupaten Malang, Kamis (08/10/2020).
Potensi Hoaks
Sekilas informasi, saat pandemi belum surut, maka Kampanye Digital (KD) menjadi solusi alternatif.
"Dalam suasana pandemi begini, selayaknya kita bersikap bijak dan mengedepankan keselamatan dan kesehatan massa. Sebaiknya memang mengintensifkan kampanye digital yaitu kampanye positif dan tidak melakukan kampanye hitam," tutur Rachmat Kriyantono.
Selanjutnya Rachmat menyitir sebuah hasil riset yang menemukan hoaks makin berkembang karena pada tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan tinggi. Karena itu, Rachmat menyimpulkan bahwa potensi hoaks pilkada Kabupaten Malang masih besar.
Potensi besar ini, menurut Rachmat, karena beberapa faktor. Yaitu angka kemiskinan Kabupaten Malang masih di atas angka kemiskinan nasional.
Selain itu juga tingkat pendidikan masih rendah, sehingga literasi informasi juga berpotensi rendah.
"Akibatnya orang tersebut sulit membedakan antara hoaks atau bukan," tutur alumnus Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga ini.
Mengandung Fitnah
Rachmat mengungkapkan selayaknya menghindari kampanye hitam, karena mengandung fitnah dan Hoaks.
"Dan Setiap hoaks biasanya mengandung fitnah, adu domba, ujaran kebencian, dan mengolok-olok," tutur pria yang juga Ketua Magister Komunikasi FISIP UB ini.
Rachmat menjelaskan, kampanye positif perlu digalakkan. Jika melakukan kampanye negatif, maka perlu kampanye negatif solutif. Agar tercipta edukasi politik masyarakat.
"Kampanye positif perlu digalakkan. Jika kampanye negatif, perlu kampanye negatif solutif, agar tercipta edukasi politik masyarakat," urai Rachmat.
Rachmat mengungkapkan, dalam Pilkada potensi hoaks tinggi, karena pilkada adalah event politik dimana rawan terjadi politisasi atas berbagai hal.
"Potensi hoaks tinggi karena pilkada adalah event politik, rentan untuk melakukan politisasi agama, politik identitas, sementara literasi masyarakat dan pekerja media masih rendah. Dibarengi adanya akses internet yang bebas, isu RUU ciptaker, juga bisa dibawa ke ranah pilkada, dan rentan memunculkan kebencian di sebagian masyarakat. (had)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : |
Editor | : |
Komentar & Reaksi